Pages

Tuesday, October 24, 2017

Makalah Tasawuf

MAKALAH
PENGARUH DZIKIR ASMAUL HUSNA TERHADAP AKTUALISASI DIRI
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah :
Tasawuf dan Psikologi Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :
Dr. H. Kharisudin Aqib, M. Ag


Disusun Oleh :
Muhamim Sarifudin


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT KEDIRI 2017)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

Di zaman modern seperti saat ini tidak memiliki pengaruh dalam berkembangnya majelis dalam suatu masyarakat. Majelis merupakan perkumpulan yang memiliki manfaat yang bersifat positif. Mereka yang tergabung dalam suatu majelis pada umumnya merasakan rasa persaudaraan yang lebih kuat, sebab dalam suatu majelis dihadiri oleh sekelompok orang. Misalnya, majelis sholawat, majelis dzikir, dsb. Salah satunya majelis yang akan dibahas dalam penelitian kali ini adalah majelis dzikir Asmaul Husna. Tujuan dari majelis ialah mencapai tingkat spiritualitas serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Menurut Ujam Jaenudin esensi spiritualitas adalah keterhubungan, yaitu keterhubungan diri dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan alam semesta[1]. Majlis zikir Asmaul Husna merupakan majelis dzikir yang terbentuk dengan tujuan mencapai tingkat spiritualitas dengan jalan mengamalkan dzikir Asmaul Husna.
Sebenarnya Allah SWT. telah menunjukkan jalan kepada mereka yang ingin mengingat-Nya dengan berdzikir. Firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 198, yang berbunyi:
( çnrãà2øŒ$#ur $yJx. öNà61yyd ..........
Artinya : Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat.

Maksud dari potongan ayat tersebut ialah hendaknya kita ingat bahwa Allah SWT. telah mengaruniakan suatu perangkat kesadaran dan iman kepada kita, sedangkan kita hanya mampu mengingat-Nya menurut usaha dan kemampuan masing-masing.
Melalui dzikir yang sungguh-sungguh manusia dapat merasakan kenikmatan tersendiri di dalam dirinya. Yaitu berupa kenikmatan spiritualitas diri yang bisa dikatakan mereka seperti bertemu atau berkomunikasi dengan Allah SWT. Dzikir ini sendiri bukanlah suatu ibadah yang wajib seperti halnya sholat lima waktu. Tetapi Allah SWT memerintahkan hambahambanya untuk melakukannya. Yaitu untuk selalu mengingat nama-nama llah SWT. Sesuai dalam firmanNya dalam Al-Qur’an surat Al-Jumu’ah ayat 10, yang berbunyi:

#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? 
Artinya : Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan  railah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Sehingga hal ini menjadi daya tarik tersendiri dimana pasti Allah mempunyai rahasia yang besar bagi orang-orang yang bersedia mengingat namanamaNyaatau berdzikir[2].
Dzikir secara psikologis akan menciptakan perasaan damai, tenang dan suasana emosi diliputi oleh emosi-emosi positif. Dzikir jika dilakukan dengan penuh konsentrasi akan memunculkan gelombang alpha, yaitu gelombang otak yang muncul jika kondisi tubuh rileks. Efek lain dari meditasi dzikir adalah menimbulkan perubahan kesadaran seseorang, dari kesadaran normal menuju kesadaran lain yang sering disebut sebagai altered states of consciousness (ASC). Menurut Ludwig yang dikutip oleh Triantoro dan Nofrans, perubahan-perubahan yang terjadi ketika individu berada dalam kondisi ASC antara lain adanya perubahan pikiran, perubahan perasaan tentang waktu, perubahan kontrol diri, persepsi, body image dan perasaan/pengalaman yang sulit untuk diceritakan. Sedangkan dzikir secara fisiologis akan memacu keluarnya zat penenang alamiah di dalam otak yang disebut sebagai endogenous morphin atau endorphins. Zat endorphins ini bisa distimulasi dengan latihan mediatasi dzikir melalui konsentrasi yang mendalam pada kalimat-kalimat dzikir sehingga beberapa individu setelah melakukan dzikir merasakan keadaan psikologisnya sangat tenang dan damai[3].
Orang-orang yang mampu mengaktualisasi diri akan memiliki kepribadian yang berbeda dengan manusia pada umumnya. Karakteristik yang membedakannya, bersumber dari B-values yang melekat pada diri dan perilakunya. Ketika mereka mampu memenuhi hierarki kebutuhan dan memiliki B-values yang melekat pada diri mereka maka dapat dipastikan mereka akan mampu mencapai aktualisasi diri.
Terdapat penemuan pada latihan meditasi transendental yang dilakukan oleh Maharishi Mahesyogi yang dikutip oleh Triantoro dan Nofrans. Bahwa meditasi jika dilakukan secara kontinu dan teratur akan memberikan manfaat secara psikologis, seperti peningkatan harga diri (self-esteem), peningkatan kekuatan ego (ego strenght), kepuasan, aktualisasi diri (self-actualization), peningkatan gambaran diri (self-image) dan peningkatan kepercayaan pada orang lain (trust in others). Hal ini kemungkinan juga akan diperoleh dengan mereka melakukan aktivitas dzikir yang mempunyai kesamaan dalam dinamikanya dengan meditasi[4].
Dzikir mampu meningkatkan dan membersihkan diri untuk mencapai derajat Insan Kamil atau “manusia sempurna”, yanitu orang yang telah memisahkan dan melepaskan dirinya dari hal-hal keduniaan[5]. Tujuan pembersihan menurut Abdul Al Qadir Al Jailani ada dua. Pertama, untuk mencapai sifat-sifat Allah, yakni bersifat dengan sifat-sifat-Nya yang mulia. Kedua, untuk mencapai Zat Allah, yakni mengenal-Nya melalui makrifat dan hakikat. Pembersihan diri untuk mencapai sifat Allah memerlukan suatu ajaran uyang dapat menunjukkan proses pembersihan cermin hati, yakni dengan cara membaca (dzikir atau wirid) Asma’ Allah (nama-nama Allah).
Dzikir merupakan kunci untuk membuka pintu hati. Dan apabila pintu hati telah terbuka, muncullah dari dalamnya pikiran-pikiran yang arif untuk membuka mata hati. Hal ini sesuai dengan puncak dari hierarki kebutuhan Abraham Maslow yaitu aktualisasi diri.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa dzikir yang dilakukan peserta didik  sabagai rutinitas merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk membuka pintu hati para peserta didik sebagai upaya untuk menjadi insan kamil. Dan pada akhirnya akan tercermin malalui aktualisasi diri para peserta didik.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah terdapat pengaruh dzikir Asmaul Husna terhadap aktualisasi diri ?
2.      Berapa besar pengaruh dzikir Asmaul Husna ?
















BAB II
A.    Pengertian Dzikir
Arti dzikir dari segi bahasa, dzikir berasal dari kata dzakara, yadzkuru, dzukr/dzikr yang artinya merupakan perbuatan dengan lisan(menyebut, menuturkan, mengatakan) dan dengan hati (mengingat danmenyebut). Kemudian ada yang berpendapat bahwa dzukr (bidlammi) saja, yang dapat diartikan pekerjaan hati dan lisan, sedang dzkir (bilkasri) dapat diartikan khusus pekerjaan lisan. Sedangkan dari segi peristilahan, dzikir tidak terlalu jauh pengertiannya dengan makna-makna lughawinya semula. Bahkan di dalam kamus modern seperti al-Munawir, al- Munjid, dan sebagainya, sudah pula menggunakan pengertian-pengertian istilah seperti adz-dzikr dengan arti bertasbih, mengagungkan Allah swt. dan seterusnya.[6]
Banyak ayat Al-Qur‟an yang berisi perintah Allah SWT. Agar manusia senantiasa berdzikir mengingat-Nya. Beberapa di antaranya adalah surat An-Nisa‟ ayat 103, Al-Ma‟idah ayat 4, Al-Hajj ayat 36 dan Al-Jumu‟ah ayat 10.
(#rãà2øŒ$$sù ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ ...
Artinya : “ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. (QS. An- Nisa ayat 103)

(#rãä.øŒ$#ur tLôœ$# «!$# Ïmøn=tã
Artinya: “dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya) (QS. Al- Maidah ayat 4)

(#rãä.øŒ$$sù zNó$# «!$# $pköŽn=tæ ¤$!#uq|¹ (
Artinya : “maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat)”. (QS. Al- Hajj ayat 36)
 #sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? 

Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. . (QS. Al- Jumuah 10)


B.     Bentuk – Bentuk Dzikir
Ibnu Ata‟, seorang sufi yang menulis al-Hikam (Kata-Kata Hikmah) membagi dzikir atas tiga bagian:d zikir jali (dzikir jelas, nyata), dzikir khafi (dzikir samar-samar) dan dzikir haqiqi (dzikir sebenar-benarnya).[7]
1.      Dzikir Jali
Ialah suatu perbuatan mengingat Allah swt. dalam bentuk ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur dan doa kepada Allah swt. yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk menuntun gerak hati. Mula-mula dzikir ini diucapkan secara lisan, mungkin tanpa dibarengi ingatan hati. Hal ini biasanya dilakukan orang awam (orang kebanyakan). Hal ini dimaksudkan untuk mendorong agar hatinya hadir menyertai ucapan lisan itu.
2.      Dzikir Khafi
Adalah dzikir yang dilakukan secara khusyuk oleh ingatan hati, baik disertai dzikir lisan ataupun tidak. Orang yang sudah mampu melakukan dzikir seperti ini merasa dalam hatinya senantiasa memiliki hubungan dengan Allah swt. Ia selalu merasakan kehadiran Allah swt. kapan dan dimana saja. Dalam dunia sufi terdapat ungkapan bahwa seorang sufi, ketika melihat suatu benda apa saja, bukan melihat benda itu, tetapi melihat Allah swt. Artinya, benda itu bukanlah Allah swt., tetapi pandangan hatinya jauh menembus melampaui pandangan matanya tersebut. ia tidak hanya melihat benda itu akan tetapi juga menyadari akan adanya Khalik yang enciptakan benda itu.
3.      Dzikir Haqiqi
Dzikir hakiki adalah dzikir yang dilakukan dengan seluruh jiwa raga, lahiriah dan atiniah, kapan dan dimana saja, dengan memperketat upaya memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah swt. Dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya. Selain itu tiada yang diingat selain Allah swt. Untuk mencapai tingkatan dzikir haqiqi ini perlu dijalani latihan mulai dari tingkat dzikir jali dan dzikir khafi.

C.    Dzikir Asmaul Husna
1.      Pengertian Dzikir Asmaul- Husna
Al-Asma’ al-Husna dalam Ensiklopedia Islam ialah “nama-nama yang baik”. Al-Qur‟an menyebut 99 nama atau sifat Allah.[8] Firman Allah swt:
ª!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ( ã&s! âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$#  
Artinya: “Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang baik)” (QS. At-Thaha ayat 8)
Setiap nama Allah swt. pasti mengandung sifat yang berkaitan dengan nama dan keluhuran Allah swt. Melalui wahyu-Nya yang disampaikan oleh para rasul-Nya, Allah swt. memberitahukan kepada makhluk-Nya tentang nama-Nya. Ke-99 nama Allah swt. itu disebutkan dalam hadist.
Dari ulasan di atas zikir asmaul husna berarti, perbuatan lisan dan hati (menyebut, menuturkan, mengatakan, mengingat, bertasbih dan  mengagungkan) nama-nama baik atau sifat-sifat baik Allah SWT. Dasar hukum Asma‟ul Husna berdasarkan ayat Al-Qur‟an di antaranya terdapat dalam surat Al-A‟raf ayat 180, Al-Isra‟ ayat 110.
¬!ur âä!$oÿôœF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# çnqãã÷Š$$sù $pkÍ5 ( (#râsŒur tûïÏ%©!$# šcrßÅsù=ムþÎû ¾ÏmÍ´¯»yJór& 4 tb÷rtôfãy $tB (#qçR%x. tbqè=yJ÷ètƒ
Artinya: “ Hanya milik Allah asmaa-ul husna  Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. )” (Al-A‟raf ayat 180)

È@è% (#qãã÷Š$# ©!$# Írr& (#qãã÷Š$# z`»uH÷q§9$# ( $wƒr& $¨B (#qããôs? ã&s#sù âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4 Ÿwur öygøgrB y7Ï?Ÿx|ÁÎ/ Ÿwur ôMÏù$sƒéB $pkÍ5 Æ÷tFö/$#ur tû÷üt/ y7Ï9ºsŒ WxÎ6y ÇÊÊÉÈ  
Artinya: Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". (QS. Al-Isra‟ ayat 110)

D.    Manfaat Dzikir Asmaul Husna
Keutamaan dzikir Asmaul Husna menurut Laleh Bakhtiar dalam karyanya Meneladani Akhlak Allah, diantaranya ialah:
1.      Penyembuhan Moral fungsi Jiwa tentang Kertatrikan pada Kenikmatan dengan Meraih Keseimbangan
a.       Tekad Penyerahan Diri
Tekad atau kekuatan kehendak adalah dasar semua tindakan, termasuk pengendalian perasaan dengan memaksa imajinasi untuk berunding dengan akal. Akal kemudian berkonsultasi kepada kehendak bebas dan nurani, sebelum imajinasi mengirim dorongan kepada ketertarikan pada kenikmatan atau keapada penghindaran bahaya. Tindakan yang dilakukan kesatria rohani memerlukan tekad yang besar untuk menjadi positif, karena jiwa terdidiknya harus ditundukan agar jiwa alaminya muncul kepermukaan.
b.      Harapan Rasa Takut
Mengalami tegangan antara berbagai kutub yang berlawanan akan menguatkan kekuatan kehendak pejuang spritual. Pengalaman ini memungkinkan ia bergerak, menguji antara dua ekstrim, agar dapat mencapai titik tengah atau pengekangan diri. Penyembuhan melalui tahap harapan dan rasa takut mengharuskan pejuang spritual menghadapi tegangan alami yang ada dalam dirinya misalnya menyempitkan (qabidh), melapangkan (basith), meninggikan (rafi’), merendahkan (khafidh), memuliakan (muizz), menghinakan (mudzil). Setiap pasangan ini adalah aspek dari harapan dan ketakutan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Ghazali; “Harapan dan ketakutan adalah dua sayap yang digunakan orang untuk terbang ke tempat setiap tempat yang terpuji”.
c.       Ketakwaan
d.      Titik Tengah
e.       Ketenangan
f.       Kesederhanaan Spritual
g.      Pengendalian Diri
2.      Penyembuhan Moral untuk Fungsi Jiwa tentang Penghindaran Bahaya  dengan Meraih keberanian
a.       Kebaikan
b.      Kepatutan Moral
c.       Syukur
d.      Keawasan
e.       Tawakal
f.       Tobat
g.      Kesabaran
3.      Penyembuhan Moral untuk Fungsi Kognitif jiwa dengan Meraih Kearifan
a.       Himmah, Cita-Cita Puncak
b.      Intropeksi
c.       Kejujuran
d.      Keridhaan
e.       Kesatuan/Keteguhan
f.       Ketulusan
g.      Dzikir[9].
Nabi Muhammad SAW. bersabda:
إن الله تسعة وتسعين إسما مائة إلاواحدا من احصا ها دخل الجنة
Artinya: Dari Abu Hurairah, bersabda Rasulullah SAW. “Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama yakni seratus kurang satu barang siapa yang menghafalkan (Luar Kepala_ seluruhnya akan dimasukkan ke dalam Surga” (HR. Bukhori)
Dari penggalan hadist tersebut, menyatakan bahwa siapa saja yang bersedia mengamalkan membaca Asma‟ul Husna, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga-Nya. Lebih mendalam berkenaan dengan manfaat yang dapat kita peroleh dengan menjadikan Asma‟ul Husna sebagai bacaan zikir sehari-hari, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Mengamalkan bacaan asma‟ul husna akan dapat mengantarkan kita untuk lebih mengenal atau ma’rifat kepada Allah swt.Membaca asma‟ul husna akan memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada kita tentang sifat-sifat Allah, sebab dari setiap asma‟ Allah tersebut menggambarkan tentang sifat-sifat mulia yang dimiliki oleh Allah.
2.      Mengamalkan membaca asma‟ul husna, akan dapat menumbuhkan baik sangka (husnuzhan) kepada Allah, sebab kita akan mengetahui jika Allah adalah Tuhan yang maha pengasih dan penyayang, Tuhan yang mengabulkan do‟a-do‟a hamba-Nya, Tuhan yang maha pengampun dan maha bijaksana.
3.      Menyebut dan membaca asma‟ul husna menjadikannya sebagai bacaan zikir setiap saat, terlebih lagi menghafalkannya, akan dapat membawa dan mengantarkan kita kepada surga Allah.
4.      Membaca asma‟ul husna akan mampu menumbuhkan perasaan cinta (mahabbah) kepada Allah, dan akan menjadikan kita menjadi hamba Allah yang dicintai-Nya.
5.      Mengamalkan membaca asma‟ul husna akan memberikan kesadaran pada kita tentang hakikat hidup dan kehidupan yang sedang kita jalani.
6.      Menyebut dan membaca asma‟ul husna akan memberikan kekuatan (energi) lahir dan batin pada kita, menumbuhkan kedamaian dan ketenangan yang sangat mendalam dalam jiwa dan hati kita[10]






























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Melalui Dzikir Asmaul Husna yang sungguh-sungguh seseorang dapat merasakan kenikmatan tersendiri di dalam dirinya. Yaitu berupa kenikmatan spiritualitas diri yang bisa dikatakan mereka seperti bertemu atau berkomunikasi dengan Allah SWT. Dzikir ini sendiri bukanlah suatu ibadah yang wajib seperti halnya sholat lima waktu. Tetapi Allah SWT memerintahkan hamba hambanya untuk melakukannya. Yaitu untuk selalu mengingat nama-nama llah SWT.

























[1]Ujam Jaenudin, Psikologi Transpersonal (Bandung: Pustaka Setia, 2012) hlm., 196.
[2] Abdullah, M. Zain, Dzikir dan Tasawuf (Solo: Qaula, 2007) hlm., 83.
[3] Triantoro Safaria&Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi: Sebuah Panduan Cerdas
Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) hlm., 253-254.
[4] Triantoro Safaria&Nofrans Eka Saputra, Manajemen..., hlm., 253-254.
[5] Abdul Al Qadir Al Jailani, Rahasia Sufi (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2005) hlm., 175.
[6] Joko S. Kahhar&Gilang Cita Madinah, Berdzikir kepada Allah Kajian Spiritual Masalah
Dzikir dan Majelis Dzikir (Yogyakarta: Sajadah_press, 2007) hlm., 01.
[7] Ensiklopedi Islam, jilid 6(Jakarta: PT Ichtiar Baru van Houve,...) hlm., 332.
[8] Ensiklopedi Islam, jilid 1(Jakarta: PT Ichtiar Baru van Houve,...) hlm., 159.
[9] Laleh Bakhtiar terj Femmy Syahrini “Meneladani Akhlak Allah” (Bandung: Mizan, 2002) hlm, 95-136.
[10] Samsul Munir Amin&Haryanto Al-Fandi, Energi Dzikir (Jakarta: Amzah, 2008) hlm.,
140-141.


No comments:

Post a Comment