MAKALAH
PENGARUH DZIKIR ASMAUL HUSNA TERHADAP AKTUALISASI DIRI
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah :
Tasawuf dan Psikologi Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :
Dr. H. Kharisudin Aqib, M. Ag
Disusun Oleh :
Muhamim Sarifudin
PROGRAM
PASCASARJANA
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT KEDIRI 2017)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di
zaman modern seperti saat ini tidak memiliki pengaruh dalam berkembangnya
majelis dalam suatu masyarakat. Majelis merupakan perkumpulan yang memiliki
manfaat yang bersifat positif. Mereka yang tergabung dalam suatu majelis pada
umumnya merasakan rasa persaudaraan yang lebih kuat, sebab dalam suatu majelis
dihadiri oleh sekelompok orang. Misalnya, majelis sholawat, majelis dzikir,
dsb. Salah satunya majelis yang akan dibahas dalam penelitian kali ini adalah
majelis dzikir Asmaul Husna. Tujuan dari majelis ialah mencapai tingkat
spiritualitas serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Menurut Ujam Jaenudin
esensi spiritualitas adalah keterhubungan, yaitu keterhubungan diri dengan
Tuhan, dengan sesama manusia dan alam semesta[1].
Majlis zikir Asmaul Husna merupakan majelis dzikir yang terbentuk dengan tujuan
mencapai tingkat spiritualitas dengan jalan mengamalkan dzikir Asmaul Husna.
Sebenarnya
Allah SWT. telah menunjukkan jalan kepada mereka yang ingin mengingat-Nya dengan
berdzikir. Firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 198, yang
berbunyi:
( çnrãà2ø$#ur $yJx. öNà61yyd
..........
Artinya : Dan berdzikirlah (dengan
menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya
kamu sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat.
Maksud
dari potongan ayat tersebut ialah hendaknya kita ingat bahwa Allah SWT. telah
mengaruniakan suatu perangkat kesadaran dan iman kepada kita, sedangkan kita
hanya mampu mengingat-Nya menurut usaha dan kemampuan masing-masing.
Melalui
dzikir yang sungguh-sungguh manusia dapat merasakan kenikmatan tersendiri di
dalam dirinya. Yaitu berupa kenikmatan spiritualitas diri yang bisa dikatakan
mereka seperti bertemu atau berkomunikasi dengan Allah SWT. Dzikir ini sendiri
bukanlah suatu ibadah yang wajib seperti halnya sholat lima waktu. Tetapi Allah
SWT memerintahkan hambahambanya untuk melakukannya. Yaitu untuk selalu
mengingat nama-nama llah SWT. Sesuai dalam firmanNya dalam Al-Qur’an surat
Al-Jumu’ah ayat 10, yang berbunyi:
#sÎ*sù ÏMuÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãϱtFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.ø$#ur ©!$# #ZÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè?
Artinya : Apabila telah
ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan railah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung.
Sehingga
hal ini menjadi daya tarik tersendiri dimana pasti Allah mempunyai rahasia yang
besar bagi orang-orang yang bersedia mengingat namanamaNyaatau berdzikir[2].
Dzikir
secara psikologis akan menciptakan perasaan damai, tenang dan suasana emosi
diliputi oleh emosi-emosi positif. Dzikir jika dilakukan dengan penuh
konsentrasi akan memunculkan gelombang alpha, yaitu gelombang otak yang muncul
jika kondisi tubuh rileks. Efek lain dari meditasi dzikir adalah menimbulkan
perubahan kesadaran seseorang, dari kesadaran normal menuju kesadaran lain yang
sering disebut sebagai altered states of consciousness (ASC). Menurut
Ludwig yang dikutip oleh Triantoro dan Nofrans, perubahan-perubahan yang
terjadi ketika individu berada dalam kondisi ASC antara lain adanya perubahan
pikiran, perubahan perasaan tentang waktu, perubahan kontrol diri, persepsi, body
image dan perasaan/pengalaman yang sulit untuk diceritakan. Sedangkan
dzikir secara fisiologis akan memacu keluarnya zat penenang alamiah di dalam
otak yang disebut sebagai endogenous morphin atau endorphins. Zat
endorphins ini bisa distimulasi dengan latihan mediatasi dzikir melalui
konsentrasi yang mendalam pada kalimat-kalimat dzikir sehingga beberapa
individu setelah melakukan dzikir merasakan keadaan psikologisnya sangat tenang
dan damai[3].
Orang-orang
yang mampu mengaktualisasi diri akan memiliki kepribadian yang berbeda dengan
manusia pada umumnya. Karakteristik yang membedakannya, bersumber dari B-values
yang melekat pada diri dan perilakunya. Ketika mereka mampu memenuhi
hierarki kebutuhan dan memiliki B-values yang melekat pada diri mereka
maka dapat dipastikan mereka akan mampu mencapai aktualisasi diri.
Terdapat
penemuan pada latihan meditasi transendental yang dilakukan oleh Maharishi
Mahesyogi yang dikutip oleh Triantoro dan Nofrans. Bahwa meditasi jika
dilakukan secara kontinu dan teratur akan memberikan manfaat secara psikologis,
seperti peningkatan harga diri (self-esteem), peningkatan kekuatan ego (ego
strenght), kepuasan, aktualisasi diri (self-actualization),
peningkatan gambaran diri (self-image) dan peningkatan kepercayaan pada
orang lain (trust in others). Hal ini kemungkinan juga akan diperoleh
dengan mereka melakukan aktivitas dzikir yang mempunyai kesamaan dalam
dinamikanya dengan meditasi[4].
Dzikir
mampu meningkatkan dan membersihkan diri untuk mencapai derajat Insan Kamil atau
“manusia sempurna”, yanitu orang yang telah memisahkan dan melepaskan dirinya
dari hal-hal keduniaan[5].
Tujuan pembersihan menurut Abdul Al Qadir Al Jailani ada dua. Pertama, untuk
mencapai sifat-sifat Allah, yakni bersifat dengan sifat-sifat-Nya yang mulia.
Kedua, untuk mencapai Zat Allah, yakni mengenal-Nya melalui makrifat dan
hakikat. Pembersihan diri untuk mencapai sifat Allah memerlukan suatu ajaran
uyang dapat menunjukkan proses pembersihan cermin hati, yakni dengan cara
membaca (dzikir atau wirid) Asma’ Allah (nama-nama Allah).
Dzikir
merupakan kunci untuk membuka pintu hati. Dan apabila pintu hati telah terbuka,
muncullah dari dalamnya pikiran-pikiran yang arif untuk membuka mata hati. Hal
ini sesuai dengan puncak dari hierarki kebutuhan Abraham Maslow yaitu
aktualisasi diri.
Dari
penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa dzikir yang dilakukan peserta didik sabagai rutinitas merupakan suatu upaya yang
dilakukan untuk membuka pintu hati para peserta didik sebagai upaya untuk
menjadi insan kamil. Dan pada akhirnya akan tercermin malalui
aktualisasi diri para peserta didik.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
terdapat pengaruh dzikir Asmaul Husna terhadap aktualisasi diri ?
2. Berapa
besar pengaruh dzikir Asmaul Husna ?
BAB
II
A. Pengertian
Dzikir
Arti
dzikir dari segi bahasa, dzikir berasal dari kata dzakara, yadzkuru,
dzukr/dzikr yang artinya merupakan perbuatan dengan lisan(menyebut,
menuturkan, mengatakan) dan dengan hati (mengingat danmenyebut).
Kemudian ada yang berpendapat bahwa dzukr (bidlammi) saja, yang
dapat diartikan pekerjaan hati dan lisan, sedang dzkir (bilkasri)
dapat diartikan khusus pekerjaan lisan. Sedangkan dari segi peristilahan, dzikir
tidak terlalu jauh pengertiannya dengan makna-makna lughawinya semula.
Bahkan di dalam kamus modern seperti al-Munawir, al- Munjid, dan sebagainya,
sudah pula menggunakan pengertian-pengertian istilah seperti adz-dzikr dengan
arti bertasbih, mengagungkan Allah swt. dan seterusnya.[6]
Banyak ayat Al-Qur‟an yang
berisi perintah Allah SWT. Agar manusia senantiasa berdzikir mengingat-Nya.
Beberapa di antaranya adalah surat An-Nisa‟ ayat 103, Al-Ma‟idah ayat 4,
Al-Hajj ayat 36 dan Al-Jumu‟ah ayat 10.
(#rãà2ø$$sù ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ ...
Artinya : “ingatlah Allah di waktu
berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. (QS. An- Nisa ayat 103)
(#rãä.ø$#ur tLô$# «!$# Ïmøn=tã
Artinya: “dan sebutlah nama Allah atas
binatang buas itu (waktu melepaskannya) (QS. Al- Maidah
ayat 4)
(#rãä.ø$$sù zNó$# «!$# $pkön=tæ ¤$!#uq|¹ (
Artinya : “maka
sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri
(dan telah terikat)”. (QS. Al- Hajj ayat 36)
#sÎ*sù ÏMuÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãϱtFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.ø$#ur ©!$# #ZÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè?
Artinya : “Apabila telah ditunaikan
shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. . (QS. Al- Jumuah 10)
B. Bentuk – Bentuk
Dzikir
Ibnu
Ata‟, seorang sufi yang menulis al-Hikam (Kata-Kata Hikmah) membagi dzikir atas
tiga bagian:d zikir jali (dzikir jelas, nyata), dzikir khafi (dzikir
samar-samar) dan dzikir haqiqi (dzikir sebenar-benarnya).[7]
1.
Dzikir
Jali
Ialah suatu perbuatan mengingat Allah
swt. dalam bentuk ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur dan doa
kepada Allah swt. yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk menuntun gerak
hati. Mula-mula dzikir ini diucapkan secara lisan, mungkin tanpa dibarengi
ingatan hati. Hal ini biasanya dilakukan orang awam (orang kebanyakan). Hal ini
dimaksudkan untuk mendorong agar hatinya hadir menyertai ucapan lisan itu.
2.
Dzikir
Khafi
Adalah dzikir yang dilakukan secara
khusyuk oleh ingatan hati, baik disertai dzikir lisan ataupun tidak. Orang yang
sudah mampu melakukan dzikir seperti ini merasa dalam hatinya senantiasa
memiliki hubungan dengan Allah swt. Ia selalu merasakan kehadiran Allah swt.
kapan dan dimana saja. Dalam dunia sufi terdapat ungkapan bahwa seorang sufi,
ketika melihat suatu benda apa saja, bukan melihat benda itu, tetapi melihat
Allah swt. Artinya, benda itu bukanlah Allah swt., tetapi pandangan hatinya
jauh menembus melampaui pandangan matanya tersebut. ia tidak hanya melihat
benda itu akan tetapi juga menyadari akan adanya Khalik yang enciptakan benda
itu.
3.
Dzikir
Haqiqi
Dzikir hakiki adalah dzikir yang
dilakukan dengan seluruh jiwa raga, lahiriah dan atiniah, kapan dan dimana
saja, dengan memperketat upaya memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah
swt. Dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya. Selain itu tiada yang diingat
selain Allah swt. Untuk mencapai tingkatan dzikir haqiqi ini perlu
dijalani latihan mulai dari tingkat dzikir jali dan dzikir khafi.
C. Dzikir Asmaul
Husna
1. Pengertian
Dzikir Asmaul- Husna
Al-Asma’ al-Husna dalam
Ensiklopedia Islam ialah “nama-nama yang baik”. Al-Qur‟an menyebut 99 nama atau
sifat Allah.[8]
Firman Allah swt:
ª!$# Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd ( ã&s! âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$#
Artinya: “Dialah Allah,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul
husna (nama-nama yang baik)” (QS.
At-Thaha ayat 8)
Setiap nama Allah swt. pasti mengandung
sifat yang berkaitan dengan nama dan keluhuran Allah swt. Melalui wahyu-Nya
yang disampaikan oleh para rasul-Nya, Allah swt. memberitahukan kepada
makhluk-Nya tentang nama-Nya. Ke-99 nama Allah swt. itu disebutkan dalam
hadist.
Dari ulasan di atas zikir asmaul husna
berarti, perbuatan lisan dan hati (menyebut, menuturkan, mengatakan, mengingat,
bertasbih dan mengagungkan) nama-nama
baik atau sifat-sifat baik Allah SWT. Dasar hukum Asma‟ul Husna berdasarkan
ayat Al-Qur‟an di antaranya terdapat dalam surat Al-A‟raf ayat 180, Al-Isra‟
ayat 110.
¬!ur âä!$oÿôF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# çnqãã÷$$sù $pkÍ5 ( (#râsur tûïÏ%©!$# crßÅsù=ã þÎû ¾ÏmÍ´¯»yJór& 4 tb÷rtôfãy $tB (#qçR%x. tbqè=yJ÷èt
Artinya:
“ Hanya milik Allah asmaa-ul husna Maka
bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah
orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti
mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
)”
(Al-A‟raf
ayat 180)
È@è% (#qãã÷$# ©!$# Írr& (#qãã÷$# z`»uH÷q§9$# ( $wr& $¨B (#qããôs? ã&s#sù âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4 wur öygøgrB y7Ï?x|ÁÎ/ wur ôMÏù$séB $pkÍ5 Æ÷tFö/$#ur tû÷üt/ y7Ï9ºs WxÎ6y ÇÊÊÉÈ
Artinya:
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana
saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan
janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". (QS.
Al-Isra‟ ayat 110)
D. Manfaat Dzikir
Asmaul Husna
Keutamaan
dzikir Asmaul Husna menurut
Laleh Bakhtiar dalam karyanya Meneladani
Akhlak Allah, diantaranya ialah:
1. Penyembuhan
Moral fungsi Jiwa tentang Kertatrikan pada Kenikmatan dengan Meraih
Keseimbangan
a. Tekad
Penyerahan Diri
Tekad
atau kekuatan kehendak adalah dasar semua tindakan, termasuk pengendalian
perasaan dengan memaksa imajinasi untuk berunding dengan akal. Akal kemudian
berkonsultasi kepada kehendak bebas dan nurani, sebelum imajinasi mengirim
dorongan kepada ketertarikan pada kenikmatan atau keapada penghindaran bahaya.
Tindakan yang dilakukan kesatria rohani memerlukan tekad yang besar untuk
menjadi positif, karena jiwa terdidiknya harus ditundukan agar jiwa alaminya
muncul kepermukaan.
b. Harapan
Rasa Takut
Mengalami
tegangan antara berbagai kutub yang berlawanan akan menguatkan kekuatan
kehendak pejuang spritual. Pengalaman ini memungkinkan ia bergerak, menguji
antara dua ekstrim, agar dapat mencapai titik tengah atau pengekangan diri.
Penyembuhan melalui tahap harapan dan rasa takut mengharuskan pejuang spritual
menghadapi tegangan alami yang ada dalam dirinya misalnya menyempitkan
(qabidh), melapangkan (basith), meninggikan (rafi’), merendahkan (khafidh),
memuliakan (muizz), menghinakan (mudzil). Setiap pasangan ini adalah aspek dari
harapan dan ketakutan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Ghazali; “Harapan
dan ketakutan adalah dua sayap yang digunakan orang untuk terbang ke tempat
setiap tempat yang terpuji”.
c. Ketakwaan
d. Titik
Tengah
e. Ketenangan
f. Kesederhanaan
Spritual
g. Pengendalian
Diri
2. Penyembuhan
Moral untuk Fungsi Jiwa tentang Penghindaran Bahaya dengan Meraih keberanian
a. Kebaikan
b. Kepatutan
Moral
c. Syukur
d. Keawasan
e. Tawakal
f. Tobat
g. Kesabaran
3. Penyembuhan
Moral untuk Fungsi Kognitif jiwa dengan Meraih Kearifan
a. Himmah,
Cita-Cita Puncak
b. Intropeksi
c. Kejujuran
d. Keridhaan
e. Kesatuan/Keteguhan
f. Ketulusan
Nabi
Muhammad SAW. bersabda:
إن الله تسعة وتسعين إسما مائة إلاواحدا من احصا ها دخل
الجنة
Artinya:
Dari Abu Hurairah, bersabda Rasulullah SAW. “Sesungguhnya Allah mempunyai 99
nama yakni seratus kurang satu barang siapa yang menghafalkan (Luar Kepala_
seluruhnya akan dimasukkan ke dalam Surga” (HR. Bukhori)
Dari
penggalan hadist tersebut, menyatakan bahwa siapa saja yang bersedia mengamalkan membaca
Asma‟ul Husna, maka Allah akan memasukkannya
ke dalam surga-Nya. Lebih mendalam berkenaan dengan manfaat yang dapat kita
peroleh dengan menjadikan Asma‟ul Husna sebagai bacaan zikir sehari-hari, di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Mengamalkan
bacaan asma‟ul husna akan dapat mengantarkan kita untuk lebih mengenal atau ma’rifat
kepada Allah swt.Membaca asma‟ul husna akan memberikan pemahaman dan
pengetahuan kepada kita tentang sifat-sifat Allah, sebab dari setiap asma‟
Allah tersebut menggambarkan tentang sifat-sifat mulia yang dimiliki oleh Allah.
2. Mengamalkan
membaca asma‟ul husna, akan dapat menumbuhkan baik sangka (husnuzhan)
kepada Allah, sebab kita akan mengetahui jika Allah adalah Tuhan yang maha
pengasih dan penyayang, Tuhan yang mengabulkan do‟a-do‟a hamba-Nya, Tuhan yang
maha pengampun dan maha bijaksana.
3. Menyebut
dan membaca asma‟ul husna menjadikannya sebagai bacaan zikir setiap saat,
terlebih lagi menghafalkannya, akan dapat membawa dan mengantarkan kita kepada
surga Allah.
4. Membaca
asma‟ul husna akan mampu menumbuhkan perasaan cinta (mahabbah) kepada Allah, dan
akan menjadikan kita menjadi hamba
Allah
yang dicintai-Nya.
5. Mengamalkan
membaca asma‟ul husna akan memberikan kesadaran pada
kita tentang hakikat hidup dan kehidupan yang sedang kita jalani.
6. Menyebut
dan membaca asma‟ul husna akan memberikan kekuatan (energi) lahir dan batin pada kita,
menumbuhkan kedamaian dan ketenangan
yang sangat mendalam dalam jiwa dan hati kita[10]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melalui
Dzikir Asmaul
Husna yang sungguh-sungguh seseorang
dapat merasakan kenikmatan tersendiri di dalam dirinya. Yaitu berupa kenikmatan
spiritualitas diri yang bisa dikatakan mereka seperti bertemu atau
berkomunikasi dengan Allah SWT. Dzikir ini sendiri bukanlah suatu ibadah yang
wajib seperti halnya sholat lima waktu. Tetapi Allah SWT memerintahkan hamba hambanya untuk melakukannya. Yaitu
untuk selalu mengingat nama-nama llah SWT.
[1]Ujam Jaenudin, Psikologi
Transpersonal (Bandung: Pustaka Setia, 2012) hlm., 196.
[2] Abdullah, M. Zain, Dzikir dan
Tasawuf (Solo: Qaula, 2007) hlm., 83.
[3]
Triantoro
Safaria&Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi: Sebuah Panduan Cerdas
Mengelola
Emosi Positif dalam Hidup Anda (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009) hlm., 253-254.
[4] Triantoro Safaria&Nofrans Eka
Saputra, Manajemen..., hlm., 253-254.
[5] Abdul Al Qadir Al Jailani, Rahasia
Sufi (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2005) hlm., 175.
[6]
Joko S.
Kahhar&Gilang Cita Madinah, Berdzikir kepada Allah Kajian Spiritual
Masalah
Dzikir
dan Majelis Dzikir (Yogyakarta:
Sajadah_press, 2007) hlm., 01.
[7] Ensiklopedi Islam, jilid
6(Jakarta: PT Ichtiar Baru van Houve,...) hlm., 332.
[8] Ensiklopedi Islam, jilid
1(Jakarta: PT Ichtiar Baru van Houve,...) hlm., 159.
[9] Laleh Bakhtiar terj Femmy
Syahrini “Meneladani Akhlak Allah”
(Bandung: Mizan, 2002) hlm, 95-136.
[10]
Samsul
Munir Amin&Haryanto Al-Fandi, Energi Dzikir (Jakarta: Amzah, 2008)
hlm.,
140-141.
No comments:
Post a Comment