Pages

Monday, October 23, 2017

Makalah Pendidik Dalam Filsafat Pendidikan

MAKALAH
PENDIDIK DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah :
Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Ali Maschan Moesa, M. Ag
logo tribakti.jpg
Disusun Oleh :
Muhamim Sarifudin
Semester IIB


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT KEDIRI 2017)

BAB I
A.    Pendahuluan
Dalam dunia pendidikan unsur pendidik adalah satu kesatuan suatu bentuk dari pendidikan itu sendiri. Posisi pendidik dalam proses berlangsungnya pendidikan sangat sentral dan penentu dari hasil pendidikan itu.
Dalam Undang-Undang RI Pasal 1 Ayat 1 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disjelaskan :
“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah[1]”.
 Dalam undang-undang di atas sangat jelas bahwa pendidik mempunyai tanggung jawab besar dalam membawa peserta didik, mengolah, dan memberikan bekal pengetahuan untuk kehiduapan dimasa yang akan datang.
Oleh sebab itulah, peendidik, disamping harus mempunyai wawasan keilmuan yang memadai, juga harus disertai dengan keprofesionalitasnya dalam posisinya sebagai pendidik. Pendidik bukan hanya semata transfe ilmu, memenuhi kewajiban jam mengajar dan lain-lain.
Pendidik tidak hanya dibatasi dengan ruang dan waktu, akan tetapi harus mempunyai rasa tanggung jawab yang besar atas keberhasilan untuk kehidupan peserta didik dikehidupan masa depannya kelak.
B.     Rumasan Masalah
1.      Bagaimana Kedudukan Pendidikan dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
2.      Apa Kualifikasi Pendidikan dalam Filsafat Pendidikan Islam
3.      Bagaimana Tanggung Jawab Pendidik dalam Filsafat Pendidikan Islam
BAB II
A.    Filsafat Pendidikan Islam
1.      Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa yunani kuno yang diadopsi oleh orang Arab dengan mengalami sedikit perubahan bunyi yaitu, Falsafat dan oleh orang Indonesia disebut Filsafat[2]. Sedangkan dalam bahasa yunani filsafat dikenal dengan kata philoshopia yang berasal dari dua unsur kata, yaitu Philo yang berarti cinta, dan kata shopia yang berarti kearifan, hikmah, kebijaksanaan, keputusan ataupun pengetahuan yang benar.
Dari pengertian diatas tersebut berarti dapat diketahui bahwa secara harfiah filsafat filsafat dapat diartikan sebagai cinta akan kebenaran atau kebijaksanaan. Oleh sebab itu filsafat bukan hanya sekedar kebenaran, hikmah atau kebijaksanaan itu sendiri, tetapi lebih akan cinta kebenaran dan kebijaksanaan yang ditunjukan dengan upaya hati-hati dan serius yang dilakukan oleh seseorang melalui tata cara yang dapat dipertanggung jawabkan dalam menggunakan daya pikir kritisnya guna untuk meraih kebenaran, kebaikan dan kebijaksanaan sejati.[3]
Dalam tradisi filsafat, agar samapi pada suatau makna yang esensi dan suatu hal, seseorang harus melakukan penjelajahan secara radical, logis, dan serius, itulah sebabnya, aristoteles memberikan komentar, “apabila hendak menjadi seorang filsuf, anda anda harus berfilsafat, dan apabila tidak mau menjadi seorang filsuf, anda harus juga berfilsafat”. Hal ini juga telah dilakukan oleh Al-Ghazalui, ia tidak henti-hentinya mempelajari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, sebelun ia sampai pada kesimpulan bahwa beberapa hasil pemikiran filsuf muslim pada waktu itu bertentangan dengan sistem teologi islam, akan tetapi ia sendiri tidak menolak filsafat.[4]
Menurut Mohammada Hatta yang dikutip oleh Dedi Mulyadi, “Pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu, sebab nanti, apabila seseorang telah banyak membaca atau mempelajari filsafat, ia akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu, menurut filsafat yang ditangkapnya”, dan senada dengan pendapat Hatta tersebut, yaitu yang diungkapkan oleh Ahmad Tafsiri, “Setelah seseorang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat itu, dan mungkin dalam ia berfilsafat, ia makin mengerti apa filsafat itu.[5]

2.      Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan islam yaitu bentukan dari kata Filsafat, Pendidikan dan Islam. Penambah kata islam di akhir adalah untuk membedakan filsafat islam dari pengertian filsafat pendidikan secara umum. Dengan demikian filsafat pendidikan islam mempunyai pengertian secara khususyang ada kaitannya dengan ajaran islam[6].
Filsafat pendidikan islam menurut Abudin Nata, memberikan penjelasan, bahwa filsafat pendidikan islam adalah suatu kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada alQur’an dan Hadists sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli khususnya filosof muslim sebagai sumber skunder. Jadi filsafat pendidikan islam bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas tanpa batas etika sebagaimana filsafat pada umumnya.[7]

B.     Pendidik dalam Filsafat Pendidikan Islam
1.      Pendidik
Kata pendidik berasal dari kata “didik”, artinya memelihara, merawat dan meberi latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang diharapkan, dengan menambahkan awalan “pe” hingga menjadi pendidik, artinya orang yang mendidik.[8]
Pendidik adalah orang yang mendidik yang dengan sengaja memepengaruhi orang lain untuk mencapai pendidikan[9]. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat 1,“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.”[10]
Sedangkan dalam islam pendidik disebut dengan murobbi (mendidik) muallim (guru), muaddib, dan mudarris [11]. Sebutan pendidik dalam islam tersebut dijelaskan sebagai berikut;
a.       Murabbi, adalah orang yang menjadi model, contoh dan sentral identifasi dirinya atau menjadi pusat panutan, teladan dan lkonsultan bagi peserta didiknya;
b.      Mu’allim, adalah orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkan serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi;
c.       Muaddib, adalah orang yang memperbaiki, melatih, mendisiplinkan, mengambil tindakan dan mendidik. Artinya Muaddib harus mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan;
d.      Mudarris, adalah pengajat atau guru.  Artinya Mudarris adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih ketrampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya

Sedangkan menurut Ahmad Tafsiri, yang di jelaskan oleh M. Ramli; pendidik dalam islam yaitu orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), konitif (cipta), dan psikomotorik (karsa)[12]. Dengan begitu pendidik dalam islam adalah orang yang mempunyai tanggung jawab dan mempengaruhi jiwa serta rohani peserta didik dari segi pertumbuhan jasmaniah, pengetahuan, ketrampilan, serta aspek spritual dalam upaya perkembangan seluruh potensi yang dimiliki oleh seseorang tersebut sesuai dengan prinsip dan nilai ajaran islam sehingga menjadi insan yang berakhlakul karimah[13].

Selanjutnya pendidik juga dijelaskan di dalam al-Qur’an :
1.      Allah sebagai pendidik
(QS. Ar-Rahman Ayat 1-4)
ß`»oH÷q§9$# ÇÊÈ   zN¯=tæ tb#uäöà)ø9$# ÇËÈ   šYn=y{ z`»|¡SM}$# ÇÌÈ   çmyJ¯=tã tb$ut6ø9$# ÇÍÈ [14] 
1. (tuhan) yang Maha pemurah,
2. yang telah mengajarkan Al Quran.
3. Dia menciptakan manusia.
4. mengajarnya pandai berbicara.

2.      Nabi Muhammad sebagai Pendidik
Sebagaimana yang terdapat dalam Q.S Al-Baqarah Ayat 105.
!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gtƒ öNä3øn=tæ $oYÏG»tƒ#uä öNà6ŠÏj.tãƒur ãNà6ßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãƒur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ [15] 
Artinya: “Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.S al-Baqarah Ayat 105)”.
3.      Orang tua sebagai pendidik
Sebagaima yang terdapat dalam Q.S Luqman 12-19.
ôs)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±tƒ $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî ÓÏJym ÇÊËÈ   øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ   $uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷ƒyÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) 玍ÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ   bÎ)ur š#yyg»y_ #n?tã br& šÍô±è@ Î1 $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ Ÿxsù $yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur Îû $u÷R9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur Ÿ@Î6y ô`tB z>$tRr& ¥n<Î) 4 ¢OèO ¥n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ   ¢Óo_ç6»tƒ !$pk¨XÎ) bÎ) à7s? tA$s)÷WÏB 7p¬6ym ô`ÏiB 5AyŠöyz `ä3tFsù Îû >ot÷|¹ ÷rr& Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÷rr& Îû ÇÚöF{$# ÏNù'tƒ $pkÍ5 ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ì#ÏÜs9 ׎Î7yz ÇÊÏÈ   ¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ   Ÿwur öÏiè|Áè? š£s{ Ĩ$¨Z=Ï9 Ÿwur Ä·ôJs? Îû ÇÚöF{$# $·mttB ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøƒèC 9qãsù ÇÊÑÈ   ôÅÁø%$#ur Îû šÍô±tB ôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4 ¨bÎ) ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$# ßNöq|Ás9 ÎŽÏJptø:$# [16]ÇÊÒÈ  
Artinya:“(12) dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (13) dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (14) dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (15) dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (16) (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui. (17) Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (18) dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (19) dan sederhanalah kamu dalam berjalan. dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Q.S Luqman Ayat 12-19).[17]

Sedangkan menurut Muhammad Nurudin; pendidik dalam islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik.[18]

2.      Kedudukan Pendidik
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 pasal 2 Bab II tentang Guru dan Dosen disebutkan; “Guru mempunyai Kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, dan pada pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”[19].
Islam menjunjung tinggi seorang pendidi, dikarenakan tanggung jawab dan tugasnya yang begitu besar untuk membawa peserta didik untuk menjadi insan kamil.
Pendidik hadir dalam proses pembelajaran sebagai sarana mewariskan nilai-nilai dan norma-norma. Kehadirannya tidak bisa digantikan oleh hasil teknologi modern seprti komputer dan lainnya. Masih banyak unsur manusiawi, sikap, sistem nilai, perasaan,motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang harus dimiliki dan dilakukan oleh guru[20].
Posisi pendidik dipandang oleh islam sebagai perbuatan yang mulia, dikarenakan posisinya adalah sebagai perpanjangan tangan Allah SWT, dan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarluaskan ajaran-ajaran Allah SWT di muka bumi, sehingga setiap orang yang mempunyai tugas sebagai pendidik akan mendapat pahala dari Allah SWT, dan sebaik-baiknya pendidik adalah orang yang mengajarkan al-Qur’an, sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW[21]:

خَيْركُم مَنْ تعلّم القران وعلّمه
Artinya : “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Quran dan mengajarkannya.
Diantara salah satu yang menarik dari ajaran islam adalah mengistimewakan pendidik dengan memberikan penghargaan yang tinggi terhhdapnya, sehingga menempatkan posisinya setingkat dibawah kedudukan Nabi. Hal tersebut dikarenakan pendidik selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan), sedangkan islam sangat menghargai pengetahuan. Penghargaan islam terhadap pendidik digambarkan dalam hadits, antara lain hadits-hadits sebagai berikut;
1.      Tinta ulama lebih berharga daripada darahnya suhada;
2.      Orang yang berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadah, yang berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk mengerjakan shalat, bahkan melebihi kebaikan orang yang berjuang dijalan Allah SWT;
3.      Apabila seorang Alim meninggal, maka terjadilah kekosongan dalam islam yang tidak dapat diisi kecuali oleh orang alim yang lain[22].
Kedudukan mulia seorang pendidik selanjutnya adalah “sebuah predikat sebagai warasat al-anbiya (pewris Nabi) yang pada hakikatnya mengemban misi rahmat li al-‘alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh hukum-hukum Allah, gna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Untuk melaksanakan tugas demikian, pendidik harus bertitik tolak pada amar ma’ruf nahi mungkar, menjadikan prinsip tauhid sebagai pusat kegiatan penyebaran misi iman, islam dan ihsan, kekuatan yang dikembangkan oleh pendidik adalah individualutas, sosial dan moral”[23].

3.      Kualifikasi Pendidik
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, defines kuaalifikasi adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu. Defini lain, mengartikan kualifikasi sebagai hal-hal yang dipersyaratkan baik secara akademis dan teknis untuk mengisi jenjang kerja tertentu. Jadi kualifikasi diartikan sebagai keahlian atau kecakapan khusus dalam bidang pendidikan.[24]
Untuk dapat melaksanakan peran dan menjalankan tugas serta tanggung jawabnya, seorang guru memerlukan syarat-syarat tertentu sebelum menjalankan tugasnya, sebgaimana yang jelaskan oleh zakiayah Drajat yang dikutip oleh Hartono, diantaranya :
1)      Taqwa kepada Allah, sebab guru adalah teladan bagi muridnya sebagaimana Nabi Muhammad SAW, yang menjadi teladan bagi umatnya.
2)       Berilmu, yang dibuktikan dengan adanya ijazah yang dimiliki
3)      Sehat jasmani, karena profesi mengajar memerlukan tenaga yang cukup besar dalam menghadapi beragam bentuk peserta didik.
4)      Berkelakuan baik dan dapat memberi contoh teladan bagi peserta didik bagaimana cara berperilaku.[25]
Selanjutnya disamping kualifikasi tersebut pendidik juga harus memiliki ciri sebagai berikut:
1)      Mencintai jabatannya sebagai pendidik
2)      Bersikap adil terhadap semua murid
3)      Berlaku sabar dan tenang
4)      Berwibawa
5)      Gembira dan menyenangkan
6)      Bersifat manusiawi
7)      Mampu bekerjasama dengan pendidik yang lain
8)      Mampu bekerjasama dengan masyarakat.[26]

4.      Tanggung Jawab Pendidik
Tugas pendidik adalah mendidik dalam operasionalnya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain-lain. Batasan ini memberikan arti bahwa tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar, tetapi juga bertugas sebagai motifator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis[27].
Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus mengetahui serta memahami nilai norma, moral dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah dan dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Guru bertanggung jawab juga untuk memberikan sejumlah norma hidup sesuai ideologi falsafah dan agama kepada anak didik agar mereka tahu mana perbuatan yang susila dan asusila, mana perbuatan yang bermoral dan amoral[28].
Menurut An-Nahlawi tugas pokok pendidik dalam pendidikan islam adalah:
1)       Tugas pensucian; pendidik hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, menjauhkannya dari keburukan dan menjaganya agar tetap berada pada fitrahnya,
2)      Tugas pengajaran, guru (pendidik) hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya[29].






C.    Kesimpulan
Pendidik bisa diklasifikasikan menjadi tiga pendidik, Allah SWT sebagai pendidik pertama, Nabi Muhammad SAW, sebagai pendidik kedua, dan orang tua sebagai pendidik ketiga.
Sedangkan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi.


[1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 11 Tahun 2011, Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2012), hlm. 2.
[2] Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2011), hlm. 1.
[3] Ibid,.
[4] Dedi Supriayadi, Pengantar Filsafat, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 18-19.
[5] Ibid,.
[6] https://www. Google.co.id/amp/s/ceriatkuaja.wordpress.com/2016/06/29/makalah-filsafat-pendidikan-islam/amp/, diakses pada 18 Oktober 2017.
[7] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 14
[8] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 250.
[9] Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 142
[10] Undang-Undang RI,. hal. 2
[11] A. Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: 2012), hlm. 148
[12] M. Ramli, “Hakikat Pendidik dan Peserta Didik”, Tarbiyah Islamiyah, 1(Januari-Juni, 2015), hlm. 62-63.
[13] Ibid.,
[14] Al-Qur’an Surat Ar-Rahman
[15] Al-Qur’an Surat Al-Baqara
[16] Al-Qur’an surat Luqman
[17] Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam., hlm. 142
[18] Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogjakarta: Arruz Media, 2008), hal. 152
[19] Undang-Undang Republik Indonesia., hlm.5
[20] M. Sabir U, Kedudukan Guru Sebagai Pendidik, Auladuna, 2 (Desember: 2015), hlm. 224
[21] Hartono, Pendidik dan Peserta didik dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam, Jurnal Potensia, 1,(Januari, 2014), hlm. 1061
[22] A. Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam., hlm. 153.
[23] A. Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam., hlm. 155.
[25] Hartono, Jurnal Potensia,.105
[26] Ibid.
[28] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2010), hlm. 34
[29] A. Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam., hlm. 160.


DAFTAR PUSTAKA
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, Bandung: Refika Aditama, 2011.
https://www.Google.co.id/amp/s/ceriatkuaja.wordpress.com/2016/06/29/makalah-filsafat-pendidikan-islam/amp/, diakses pada 18 Oktober 2017.
Hemawan, A. Heris, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: 2012.
Jamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didi dalam Interaksi Idukatif, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010
Muliawan, Jasa Ungguh, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Nurdin Muhammad, Kiat Menjadi Guru Profesional, Jogjakarta: Arruz Media, 2008
Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
Supriyadi, dedi, Pengantar Filsafat, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 dan Peraturan Menteri Pendidikan tentang Guru dan Dosen Pendidikan . Bandung: Citra Umbara, 2012








No comments:

Post a Comment