MAKALAH
PENDIDIK DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah :
Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Ali Maschan Moesa, M. Ag
Disusun Oleh :
Muhamim Sarifudin
Semester IIB
PROGRAM
PASCASARJANA
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT KEDIRI 2017)
BAB
I
A.
Pendahuluan
Dalam dunia pendidikan unsur pendidik adalah satu
kesatuan suatu bentuk dari pendidikan itu sendiri. Posisi pendidik dalam proses
berlangsungnya pendidikan sangat sentral dan penentu dari hasil pendidikan itu.
Dalam Undang-Undang RI Pasal 1 Ayat 1 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen disjelaskan :
“Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah[1]”.
Dalam
undang-undang di atas sangat jelas bahwa pendidik mempunyai tanggung jawab
besar dalam membawa peserta didik, mengolah, dan memberikan bekal pengetahuan
untuk kehiduapan dimasa yang akan datang.
Oleh sebab itulah, peendidik, disamping harus
mempunyai wawasan keilmuan yang memadai, juga harus disertai dengan
keprofesionalitasnya dalam posisinya sebagai pendidik. Pendidik bukan hanya
semata transfe ilmu, memenuhi kewajiban jam mengajar dan lain-lain.
Pendidik tidak hanya dibatasi dengan ruang dan
waktu, akan tetapi harus mempunyai rasa tanggung jawab yang besar atas
keberhasilan untuk kehidupan peserta didik dikehidupan masa depannya kelak.
B. Rumasan Masalah
1. Bagaimana
Kedudukan Pendidikan dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
2. Apa
Kualifikasi Pendidikan dalam Filsafat Pendidikan Islam
3. Bagaimana
Tanggung Jawab Pendidik dalam Filsafat Pendidikan Islam
BAB
II
A. Filsafat Pendidikan Islam
1. Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa yunani kuno yang
diadopsi oleh orang Arab dengan mengalami sedikit perubahan bunyi yaitu,
Falsafat dan oleh orang Indonesia disebut Filsafat[2].
Sedangkan dalam bahasa yunani filsafat dikenal dengan kata philoshopia yang
berasal dari dua unsur kata, yaitu Philo yang berarti cinta, dan kata shopia
yang berarti kearifan, hikmah, kebijaksanaan, keputusan ataupun pengetahuan
yang benar.
Dari pengertian diatas tersebut berarti dapat
diketahui bahwa secara harfiah filsafat filsafat dapat diartikan sebagai cinta
akan kebenaran atau kebijaksanaan. Oleh sebab itu filsafat bukan hanya sekedar
kebenaran, hikmah atau kebijaksanaan itu sendiri, tetapi lebih akan cinta
kebenaran dan kebijaksanaan yang ditunjukan dengan upaya hati-hati dan serius
yang dilakukan oleh seseorang melalui tata cara yang dapat dipertanggung
jawabkan dalam menggunakan daya pikir kritisnya guna untuk meraih kebenaran,
kebaikan dan kebijaksanaan sejati.[3]
Dalam tradisi filsafat, agar samapi pada suatau
makna yang esensi dan suatu hal, seseorang harus melakukan penjelajahan secara
radical, logis, dan serius, itulah sebabnya, aristoteles memberikan komentar,
“apabila hendak menjadi seorang filsuf, anda anda harus berfilsafat, dan
apabila tidak mau menjadi seorang filsuf, anda harus juga berfilsafat”. Hal ini
juga telah dilakukan oleh Al-Ghazalui, ia tidak henti-hentinya mempelajari
berbagai disiplin ilmu pengetahuan, sebelun ia sampai pada kesimpulan bahwa
beberapa hasil pemikiran filsuf muslim pada waktu itu bertentangan dengan
sistem teologi islam, akan tetapi ia sendiri tidak menolak filsafat.[4]
Menurut Mohammada Hatta yang dikutip oleh Dedi
Mulyadi, “Pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu, sebab
nanti, apabila seseorang telah banyak membaca atau mempelajari filsafat, ia
akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu, menurut filsafat yang
ditangkapnya”, dan senada dengan pendapat Hatta tersebut, yaitu yang
diungkapkan oleh Ahmad Tafsiri, “Setelah seseorang berfilsafat sendiri, barulah
ia maklum apa filsafat itu, dan mungkin dalam ia berfilsafat, ia makin mengerti
apa filsafat itu.[5]
2. Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan islam yaitu bentukan dari kata
Filsafat, Pendidikan dan Islam. Penambah kata islam di akhir adalah untuk
membedakan filsafat islam dari pengertian filsafat pendidikan secara umum.
Dengan demikian filsafat pendidikan islam mempunyai pengertian secara
khususyang ada kaitannya dengan ajaran islam[6].
Filsafat pendidikan islam menurut Abudin Nata,
memberikan penjelasan, bahwa filsafat pendidikan islam adalah suatu kajian
secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan
pendidikan yang didasarkan pada alQur’an dan Hadists sebagai sumber primer, dan
pendapat para ahli khususnya filosof muslim sebagai sumber skunder. Jadi
filsafat pendidikan islam bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas tanpa
batas etika sebagaimana filsafat pada umumnya.[7]
B. Pendidik dalam Filsafat Pendidikan Islam
1. Pendidik
Kata pendidik berasal dari kata “didik”, artinya
memelihara, merawat dan meberi latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan
seperti yang diharapkan, dengan menambahkan awalan “pe” hingga menjadi
pendidik, artinya orang yang mendidik.[8]
Pendidik adalah orang yang mendidik yang dengan
sengaja memepengaruhi orang lain untuk mencapai pendidikan[9].
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat 1,“Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.”[10]
Sedangkan dalam islam pendidik disebut dengan murobbi
(mendidik) muallim (guru), muaddib, dan mudarris [11].
Sebutan pendidik dalam islam tersebut dijelaskan sebagai berikut;
a.
Murabbi, adalah orang yang
menjadi model, contoh dan sentral identifasi dirinya atau menjadi pusat
panutan, teladan dan lkonsultan bagi peserta didiknya;
b.
Mu’allim, adalah orang yang
menguasai ilmu dan mampu mengembangkan serta menjelaskan fungsinya dalam
kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan
transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi;
c. Muaddib,
adalah orang yang memperbaiki, melatih, mendisiplinkan, mengambil tindakan dan
mendidik. Artinya Muaddib harus mampu menyiapkan peserta didik untuk
bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan;
d. Mudarris,
adalah pengajat atau guru. Artinya Mudarris
adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbarui
pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan dan berusaha mencerdaskan
peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih ketrampilan
sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya
Sedangkan menurut Ahmad Tafsiri, yang di jelaskan
oleh M. Ramli; pendidik dalam islam yaitu orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta
didik, baik potensi afektif (rasa), konitif (cipta), dan psikomotorik (karsa)[12].
Dengan begitu pendidik dalam islam adalah orang yang mempunyai tanggung jawab
dan mempengaruhi jiwa serta rohani peserta didik dari segi pertumbuhan
jasmaniah, pengetahuan, ketrampilan, serta aspek spritual dalam upaya
perkembangan seluruh potensi yang dimiliki oleh seseorang tersebut sesuai
dengan prinsip dan nilai ajaran islam sehingga menjadi insan yang berakhlakul
karimah[13].
Selanjutnya pendidik juga dijelaskan di dalam al-Qur’an :
1.
Allah sebagai pendidik
(QS. Ar-Rahman Ayat 1-4)
1. (tuhan) yang Maha pemurah,
2. yang telah mengajarkan Al Quran.
3. Dia menciptakan manusia.
4. mengajarnya pandai berbicara.
2.
Nabi Muhammad sebagai Pendidik
Sebagaimana yang terdapat dalam Q.S Al-Baqarah Ayat 105.
!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gt öNä3øn=tæ $oYÏG»t#uä öNà6Ïj.tãur ãNà6ßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ [15]
Artinya:
“Sebagaimana
(kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu
Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan
kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.S
al-Baqarah Ayat 105)”.
3.
Orang tua sebagai pendidik
Sebagaima yang terdapat dalam Q.S Luqman 12-19.
ôs)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±t $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî ÓÏJym ÇÊËÈ øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ ( cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã ÇÊÌÈ $uZø¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷yÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷yÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) çÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ bÎ)ur #yyg»y_ #n?tã br& Íô±è@ Î1 $tB }§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ xsù $yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur Îû $u÷R9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur @Î6y ô`tB z>$tRr& ¥n<Î) 4 ¢OèO ¥n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ ¢Óo_ç6»t !$pk¨XÎ) bÎ) à7s? tA$s)÷WÏB 7p¬6ym ô`ÏiB 5Ayöyz `ä3tFsù Îû >ot÷|¹ ÷rr& Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÷rr& Îû ÇÚöF{$# ÏNù't $pkÍ5 ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ì#ÏÜs9 ×Î7yz ÇÊÏÈ ¢Óo_ç6»t ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# ÷É9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºs ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ wur öÏiè|Áè? £s{ Ĩ$¨Z=Ï9 wur Ä·ôJs? Îû ÇÚöF{$# $·mttB ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøèC 9qãsù ÇÊÑÈ ôÅÁø%$#ur Îû Íô±tB ôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4 ¨bÎ) ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$# ßNöq|Ás9 ÎÏJptø:$# [16]ÇÊÒÈ
Artinya:“(12) dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada
Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur
(kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan
Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji". (13) dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar". (14) dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah
mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu. (15) dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
(16) (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di
dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya
Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui. (17) Hai anakku, dirikanlah
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (18) dan janganlah
kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (19)
dan sederhanalah kamu dalam berjalan. dan lunakkanlah
suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Q.S Luqman
Ayat 12-19).[17]
Sedangkan menurut Muhammad Nurudin; pendidik dalam
islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik
dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif, dan
psikomotorik.[18]
2. Kedudukan Pendidik
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
tahun 2005 pasal 2 Bab II tentang Guru dan Dosen disebutkan; “Guru mempunyai
Kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, dan pada
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”[19].
Islam menjunjung tinggi seorang pendidi, dikarenakan
tanggung jawab dan tugasnya yang begitu besar untuk membawa peserta didik untuk
menjadi insan kamil.
Pendidik hadir dalam proses pembelajaran sebagai
sarana mewariskan nilai-nilai dan norma-norma. Kehadirannya tidak bisa
digantikan oleh hasil teknologi modern seprti komputer dan lainnya. Masih
banyak unsur manusiawi, sikap, sistem nilai, perasaan,motivasi, kebiasaan dan
lain-lain yang harus dimiliki dan dilakukan oleh guru[20].
Posisi pendidik dipandang oleh islam sebagai
perbuatan yang mulia, dikarenakan posisinya adalah sebagai perpanjangan tangan
Allah SWT, dan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarluaskan ajaran-ajaran Allah SWT
di muka bumi, sehingga setiap orang yang mempunyai tugas sebagai pendidik akan
mendapat pahala dari Allah SWT, dan sebaik-baiknya pendidik adalah orang yang
mengajarkan al-Qur’an, sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW[21]:
خَيْركُم مَنْ تعلّم القران وعلّمه
Artinya :
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Quran dan mengajarkannya.
Diantara salah satu yang menarik dari
ajaran islam adalah mengistimewakan pendidik dengan memberikan penghargaan yang
tinggi terhhdapnya, sehingga menempatkan posisinya setingkat dibawah kedudukan
Nabi. Hal tersebut dikarenakan pendidik selalu terkait dengan ilmu
(pengetahuan), sedangkan islam sangat menghargai pengetahuan. Penghargaan islam
terhadap pendidik digambarkan dalam hadits, antara lain hadits-hadits sebagai
berikut;
1.
Tinta ulama lebih berharga
daripada darahnya suhada;
2.
Orang yang berpengetahuan
melebihi orang yang senang beribadah, yang berpuasa dan menghabiskan waktu
malamnya untuk mengerjakan shalat, bahkan melebihi kebaikan orang yang berjuang
dijalan Allah SWT;
3.
Apabila seorang Alim meninggal,
maka terjadilah kekosongan dalam islam yang tidak dapat diisi kecuali oleh
orang alim yang lain[22].
Kedudukan mulia seorang pendidik
selanjutnya adalah “sebuah predikat sebagai warasat al-anbiya (pewris
Nabi) yang pada hakikatnya mengemban misi rahmat li al-‘alamin, yakni suatu
misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh hukum-hukum Allah, gna
memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Untuk melaksanakan tugas demikian,
pendidik harus bertitik tolak pada amar ma’ruf nahi mungkar, menjadikan prinsip
tauhid sebagai pusat kegiatan penyebaran misi iman, islam dan ihsan, kekuatan
yang dikembangkan oleh pendidik adalah individualutas, sosial dan moral”[23].
3.
Kualifikasi Pendidik
Dalam kamus besar
bahasa Indonesia, defines kuaalifikasi adalah keahlian yang diperlukan untuk
melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu.
Defini lain, mengartikan kualifikasi sebagai hal-hal yang dipersyaratkan baik
secara akademis dan teknis untuk mengisi jenjang kerja tertentu. Jadi
kualifikasi diartikan sebagai keahlian atau kecakapan khusus dalam bidang
pendidikan.[24]
Untuk dapat melaksanakan peran dan menjalankan tugas
serta tanggung jawabnya, seorang guru memerlukan syarat-syarat tertentu sebelum
menjalankan tugasnya, sebgaimana yang jelaskan oleh zakiayah Drajat yang dikutip
oleh Hartono, diantaranya :
1) Taqwa
kepada Allah, sebab guru adalah teladan bagi muridnya sebagaimana Nabi Muhammad
SAW, yang menjadi teladan bagi umatnya.
2) Berilmu, yang dibuktikan dengan adanya ijazah
yang dimiliki
3) Sehat
jasmani, karena profesi mengajar memerlukan tenaga yang cukup besar dalam
menghadapi beragam bentuk peserta didik.
4) Berkelakuan
baik dan dapat memberi contoh teladan bagi peserta didik bagaimana cara
berperilaku.[25]
Selanjutnya disamping kualifikasi tersebut pendidik
juga harus memiliki ciri sebagai berikut:
1) Mencintai
jabatannya sebagai pendidik
2) Bersikap
adil terhadap semua murid
3) Berlaku
sabar dan tenang
4) Berwibawa
5) Gembira
dan menyenangkan
6) Bersifat
manusiawi
7) Mampu
bekerjasama dengan pendidik yang lain
8) Mampu
bekerjasama dengan masyarakat.[26]
4. Tanggung Jawab Pendidik
Tugas pendidik adalah mendidik dalam operasionalnya,
mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji,
menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain-lain. Batasan ini memberikan
arti bahwa tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar, tetapi juga bertugas
sebagai motifator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga
seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis[27].
Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus
mengetahui serta memahami nilai norma, moral dan sosial, serta berusaha
berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus
bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah dan
dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu Guru adalah orang yang bertanggung
jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Guru bertanggung jawab juga untuk
memberikan sejumlah norma hidup sesuai ideologi falsafah dan agama kepada anak
didik agar mereka tahu mana perbuatan yang susila dan asusila, mana perbuatan
yang bermoral dan amoral[28].
Menurut An-Nahlawi tugas pokok pendidik dalam
pendidikan islam adalah:
1) Tugas pensucian; pendidik hendaknya
mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri
kepada Allah SWT, menjauhkannya dari keburukan dan menjaganya agar tetap berada
pada fitrahnya,
2) Tugas
pengajaran, guru (pendidik) hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan
pengalaman kepada peserta didik untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan
kehidupannya[29].
C.
Kesimpulan
Pendidik
bisa diklasifikasikan menjadi tiga pendidik, Allah SWT sebagai pendidik
pertama, Nabi Muhammad SAW, sebagai pendidik kedua, dan orang tua sebagai
pendidik ketiga.
Sedangkan guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi.
[1] Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 11 Tahun
2011, Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2012), hlm. 2.
[2] Muhmidayeli, Filsafat
Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2011), hlm. 1.
[3] Ibid,.
[4] Dedi Supriayadi, Pengantar
Filsafat, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 18-19.
[5] Ibid,.
[6] https://www. Google.co.id/amp/s/ceriatkuaja.wordpress.com/2016/06/29/makalah-filsafat-pendidikan-islam/amp/,
diakses pada 18 Oktober 2017.
[7] Abudin Nata, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 14
[8] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus
Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 250.
[9] Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan
Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 142
[10] Undang-Undang RI,. hal. 2
[11] A. Heris Hermawan, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: 2012), hlm. 148
[12] M. Ramli, “Hakikat Pendidik dan
Peserta Didik”, Tarbiyah Islamiyah, 1(Januari-Juni, 2015), hlm. 62-63.
[13] Ibid.,
[18] Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi
Guru Profesional, (Jogjakarta: Arruz Media, 2008), hal. 152
[19] Undang-Undang Republik
Indonesia., hlm.5
[20] M. Sabir U, Kedudukan Guru
Sebagai Pendidik, Auladuna, 2 (Desember: 2015), hlm. 224
[21] Hartono,
Pendidik dan Peserta didik dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam,
Jurnal Potensia, 1,(Januari, 2014), hlm. 1061
[22] A. Heris Hermawan, Filsafat
Pendidikan Islam., hlm. 153.
[23] A. Heris Hermawan, Filsafat
Pendidikan Islam., hlm. 155.
[24] https://fitwiethayalisyi.wordpress.com/teknologi-pendidikan/kualifikasi-dan-kompetensi-tenaga-kependidikan/,
diakses tanggal 20 Oktober 2017.
[25] Hartono, Jurnal Potensia,.105
[26] Ibid.
[27] http://www.academia.edu/8122419/GURU_DALAM_PENDIDIKAN_ISLAM,
diakses tanggal 20 Oktober 2017
[28] Syaiful Bahri Djamarah, Guru
dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rieneka Cipta,
2010), hlm. 34
[29] A. Heris Hermawan, Filsafat
Pendidikan Islam., hlm. 160.
DAFTAR PUSTAKA
Muhmidayeli,
Filsafat Pendidikan, Bandung: Refika Aditama, 2011.
https://www.Google.co.id/amp/s/ceriatkuaja.wordpress.com/2016/06/29/makalah-filsafat-pendidikan-islam/amp/,
diakses pada 18 Oktober 2017.
https://fitwiethayalisyi.wordpress.com/teknologi-pendidikan/kualifikasi-dan-kompetensi-tenaga-kependidikan/,
diakses tanggal 20 Oktober 2017.
Hemawan, A. Heris, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: 2012.
Jamarah,
Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didi dalam Interaksi Idukatif, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2010
Muliawan, Jasa Ungguh, Pendidikan
Islam Integratif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan
Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Nurdin Muhammad, Kiat Menjadi Guru
Profesional, Jogjakarta: Arruz Media, 2008
Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
Supriyadi,
dedi, Pengantar Filsafat, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 dan Peraturan Menteri Pendidikan tentang Guru
dan Dosen Pendidikan . Bandung: Citra Umbara, 2012
No comments:
Post a Comment